Mau Baca Cerpen ! Inilah Cerita Pendek Remaja Terbaik yang Bikin Baper
Cerpen (Cerita Pendek) merupakan bentuk prosa naratif fiktif yang pendek dan lebih mengutamakan tujuan cerita dibandingkan dengan karya fiksi lain yang lebih panjang. Cerpen ini awalnya berasal dari anekdot yaitu situasi yang menggambarkan dengan singkat dan cepat pada tujuan dengan tradisi penceritaan lisan.
Karena cerita pendek yang singkat ini, cerpen bisa sukses dengan mengandalkan teknik sastra seperti insight, tema, plot dan bahasa. Seiring berkembangnya zaman cerpen pun semakin maju dengan munculnya cerita unik dan inspiratif yang menambah minat baca masyarakat.
Pada kesempatan kali ini saya akan menyajikan beberapa cerpen remaja terbaik untuk kalian para pemburu cerpen. Cerpen ini termasuk long short story jadi agak panjang ceritanya untuk menghemat kuota pastikan anda download halaman ini atau copy paste ke notepad.
Saya juga menyediakan kumpulan cerpen dalam bentuk aplikasi yang bisa kalian baca kapan saja. :) silahkan DOWNLOAD
Berikut cerpennya :
1. Bukan Ann Tapi An
Jam dinding berwarna cokelat yang masih setia menempel di dinding ruang kelas menunjukan pukul 10.15 WIB. "Masih lama" ucapku yan sedari tadi telah menunggu detik-detik berbunyinya bel kebahagiaan, alias bel istirahat. Hari ini sebenarnya tidak termasuk ke dalam daftar "hari yang membosankan untukku", tapi entah mengapa dari tadi aku merasa jenuh, ya mungkin salah satunya karena efek lapar yang telah menggerogoti seluruh tubuhku bagaikan "VIRUS". Tak terasa lamunanku tadi telah membawaku ke 15 menit berikutnya, bel istirahat pun berbunyi "akhirnya.." ujarku dalam hati. Masih seperti biasanya kantin sekolah begitu ramai "soto buk de, nasi goreng sama teh es nya tiga buk de, punyaku mana buk de" begitulah suara-suara para peminat masakan Buk De yang saling berdesakan. Hal itu membuatku memutar langkah 1800 dari tempat semula, kali ini sasaranku adalah toko roti yang ada di sebelah gedung sekolah "roti cokelat sama minum nya satu pak" Ucapku sambil menjulurkan uang 10 ribuan.
Aku pun bejalan menelusuri taman sekolah yang kelihatanya tak begitu ramai, sambil membawa roti dan minuman yang telah kubawa. Bangku kayu yang terletak di pinggiran taman sepertinya telah menantiku. Ditemani dengan sejuknya hawa taman, aku pun menikmati roti. "An!!" terdengar seperti seseorang yang memanggilku dari arah belakang dan suaranya tak begitu asing, dan semakin lama suara itu mulai mendekat. "oh iya An, aku mau nanya, apa bener temen kamu mau pindah kesini, orangnya tajir, guanteng. mamanya punya butik di salah satu mall di Jakarta, papanya Direktur Utama di perusahaan Perhubungan Indo-Jerman, terus dia itu anak tunggal" Tanya Rere dengan wajah yang begitu penasaran. "Udah nanyanya Rere cantik dan terimut se-RT 2 RW 3?" jawabku dengan wajah memelas. "kamu itu tau-tau aja, ayo dong! bener kan?" balasnya dengan menyunggingkan senyum teristimewanya. "Mmm, gak ada tuh, temenku yang pada sekolah di Bandung kayaknya fine-fine aja, dan gak ada rencana buat pindah sekolah". "masa sih? Tapi bener loh tadi anak-anak pada ngomongin anak baru yang kriterianya kayak gitu, terus nama temennya An, kelas 2C" Rere berhenti sejenak dari ucapanya lalu.. "OW, OW, aku salah orang" katanya sambil memandangiku. "Tuh kan.. salah lagi, salah lagi. Ini udah yang kesekian kali loh Re!. Yang pertama kamu bilang An pergi jalan sama cowok, yang kedua kamu bilang An pernah nge-update status di twiter yang isinya nge-jelek-jelekin Si Tiput kelas 2A, yang ketiga kamu bilang An itu..." Rere pun memotong ucapan An "Iya-iya maafin aku An, semua informasi itu kan aku dapet dari anak-anak yang lain, ya akunya gak kepikiran kalau yang namanya An itu ada dua orang dan persis di kelas yang sama, lain kali gak lagi kok." bujuk Rere padaku "iya kali ini aku maafin kok, tapi lain kali kalau dapet informasi difilter dulu Ok!!" balasku. "iya deh An" jawabnya sambil tersenyum. Bunyi bel pun menjadi batas pembicaraan aku dan Rere siang itu.
Malam kian larut, dengan hawa dingin yang begitu merasuk tulang, tak menyurutkn semangat bintang-bintang di langit untuk tetap memancarkan jutaan kilauan keindahan, sesekali kutatap bulan yang tersipu malu untuk menyinari bumi "begitu dingin" ujarku dalam hati, tapi aku tak ingin kehilangan momen-momen berharga melihat para bintang dan sang bulan, yang hampir dua minggu ini tak bisa kulihat, ya karena hujan yang hampir tak henti-hentinya. Masih teringat pertanyaan Rere tadi siang membuatku kesal, tapi sesekali aku tersenyum geli, tak jarang semua orang salah paham denganku, yak arena nama ini, kenapa nama panggilanku harus sama dengan Annabel, dia An aku juga An. Ya sudahlah.. selagi itu tidak merugikankudan tak merugikan orang lain.
"Anak-anak hari ini kita kedatangan teman baru dari Surabaya, silahkan masuk.. "kata Pak Herman. Seisi kelas menjadi buyar, apalagi cewek-cewek, mereka kelihatanya tak sabar menantikan kehadiran anak baru yang katanya super guanteng, tajir, keren, kece, sementara aku masih asyik mengerjakan soal-soal yang tadinya diberikan Pak Herman, tak heran kalau seisi kelas pada heboh, soal nya bunyi sepatu tuh anak baru udah kedengeran semakin mendekat "palingan kalau bener ganteng, tajir, keren, udah pasti play boy, semua cewek yang ngarep-ngarepin dia di sekolah ini pasti dimainin aja" begitulah yang terbesit di pikiranku. Tak lama kemudian, "Kenalin nama saya Lexa Wiratmaja pindahan dari SMAN 14 Surabaya, terimakasih". Suasana kelas semakin riuh, bagaikan suasana Pasar Minggu yang sering kudatangi bersama Ibu. "An coba lihat dong ternyata bener dia ganteng" kata Salsa temen sebangkuku sambil sesekali menyenggol bahunya ke bahuku. "iya terserah kamu, aku nurut aja"sambil sedikit memberi jurus senyuman geli yang kukoleksi dan mat masih terfokus pada lembaran-lembaran kertas yang kutulisi. "idih lihat dong An, ntar nyesel loh, pandangan pertama itu punya berjuta makna. "ujar Salsa dengan wajah polos dan sedikit manja sembari mengambil buku-buku yang terletak di atas mejaku. "hey balikin dong Sa, ini tugas loh harus dikerjaiin" tanpa kusadari mataku telah tertuju pada seorang cowok yang sedang berdiri di depan kelas dan ternyata... masih sama seperti yang kufikirkan, tidak terlalu istimewa di mata ini, dan menurutku bukanlah hal yang terlalu penting.
Hari-hariku berjalan seperti biasanya, tak ada yang begitu istimewa, tapi sudah cukup bahagia. Jam istirahat telah usai, meskipun santapan siangku hari ini hanya sate Mang Ujang, tapi perutku sudah tak lagi memberontak. Satu persatu koridor kelas ku lalui, hari ini aku tak sendirian, tapi bersama Salsa dan Rere. Kami pun mengisi perjalanan menuju kelas dengan canda tawa dan sesekali Salsa menjadi bahan tertawaan karena sepatu baru nya yang dikirim langsung sama maminya dari Singapore. Bukan karena dari Singapore nya, tapi gambarnya itu loh "Gambar Hello Kitty" pinky lagi. ahaha. Akhirnya kami pun sampai di kelas tercinta, dan tanpa basa-basi kami pun masuk ke dalam kelas, Annabel dan Alan tampak sedang asyik mengobrol, dan kelihatanya mereka begitu akrab. Aku yang tadinya merasa tidak mengganggu Annabel dan Alan dengan santainya duduk di bangkuku sambil mengambil novel yang kemarin telah kupinjam di perpustakaan" Tuh kan bener yang aku pikir, Alan itu Cuma play boy cap kadal, bisanya Cuma mainin perasaan cewek, dia pikir dengan stylenya yang sok cool itu, semua cewek bisa tergila-gila sama dia. dasar cowok!" ucapku dalam hati sambil sesekali melirik ke arah Annabel sama Alan. "Loh Rere sama Salsa mana? Tadikan kita bertiga, kenapa aku jadi sendirian kayak gini?" pikirku kebingungan. Tak lama kemudian terdengar bisikan-bisikan kecil dari ara jendela kelas "An sini," kulihat jendela di sebelah kanan, ternyata Rere dan Salsa, aku pun bergegas memasukan novel ke dalam tas dan keluar dari kelas tanpa meninggalkan sedikit kata-kata untuk Annabel dan Alan. "kalian tega ya, pergi gak ngomong-ngomong" kataku sedikit ketus "kamunya sih.. jelas-jelas ada orang yang lagi berduaan. Eh.. malah nyosor-nyosor aja" jawab Rere seraya melototiku. "Ya kan kita gak ganggu" jawabku dengan santai. "sama aja neng" tambah Salsa embari mengemut-ngemut lollipop kesukaannya.
"Anak-anak hari ini kita ada pelajaran tambahan Matematika, oleh karena itu kalian tidak diperbolehkan pulang, akan tetapi istirahat selama 45 menit di dalam pekarangan sekolah, kita pulang hari ini jam 15.00 WIB." Jelas Bu Karin sambil memegang beberapa buku bawaannya, lalu pergi meninggalkan ruangan kelas. Kebetulan waktu dzuhur telah masuk aku pun bergegas menuju musholla, perlahan demi perlahan aku pun membuka sepatu dan tanpa sengaja aku melihat Alan memasuki Musholla "yang bener aja, gak salah cowok sok cool itu mau sholat.. Astagfirullah aku ini, mau sholat, tapi kok berpikiran jelek gitu sama orang" secepat mungkin aku melepas prasangka burukku dan bergegas untuk berwudhu. 15 menit kemudian aku pun pergi ke kantin, bukan untuk makan, tapi sekedar melepas penat dan meneguk sebotol es. Pas sekali meja kosong yang ada di sudut kantin itu, cocok untukku dan sebotol teh es ku. 5 menit telah berlalu, aku pun masih meminum teh es dengan santai dan berharap waktu istirahat ini tak cepat berlalu. Tiba-tiba seorang cowok dengan sebotol minuman yang dipegangnya berdiri didepan mejaku "boleh duduk" tanyanya kepadaku. Aku pun bergegas melepas sedotan yang masih menempel di mulutku "boleh". Ya.. dia Alan, Alan pun menempati tempat duduk yang berada tepat di depanku "Ana kan?" "iya" jawabku. Cukup lama aku dan Alan hanya saling diam seribu bahasa "rumah kamu dimana Na?" Tanya Alan. "di jln. Adipura"jawabku sedikit gugup. "Oh jln. Adipura, baru kemaren aku kesana"kata nya dengan sedikit tersenyum. "Oh" jawabku, kelihatan nya Alan bisa diajak ngobrol, tapi aku gak boleh kemakan gelagat nya yang sok akrab, mana tau itu Cuma cara dia buat naklukin cewek "Oh God jangan sampe deh".
"kamu sakit ya? Dari tadi keliatan nya lemes banget.." Tanya Alan sedikit menyelidik
"gak pa pa kok" jawab ku. aku lemes bukan karena sakit, tapi aku itu grogi ngobrol sama kamu Alan, ucapku dalam hati.
Tanpa kusadari orang-orang di sekelilingku melototiku dan Alan dengan sorot mata penuh tanda Tanya. 30 menit telah berlalu aku pun kembali ke kelas, setelah pertemuan singkat yang mempertemukanku dengan Alan.
Aku hobi menulis, daripada mengungkapkan sesuatu yang aku rasakan, baik itu marah, sedih, bahagia, biasanya aku lebih memilih untuk menuliskanya ke dalam lembaran-lembaran kertas. Hari ini hari pertama ku mengenal Alan setelah 2 minggu dia pindah ke sekolahku, ternyata dia baik juga, rajin sholat, perhatian juga, tapi jangan-jangan itu Cuma bagian dari permainan nya sama hampir semua cewek yang dianggap nya bisa dijadiin boneka, tapi gak mungkinlah semua yang dilakuin nya pura-pura, tapi apa bener? "Oh Tuhan kenapa aku jadi mikiran Alan? Kan aku sendiri yang bilang kalau Alan itu gak ada istimewa-istimewa nya dan gak terlalu penting. jangan-jangan... Udah An kamu gak boleh mikiran kayak begituan".
Pertemuan di kantin itu membuka lembaran baruku dengan Alan, aku mulai menyadari kalau Alan itu baik, dan semua yang dilakuinnya bukan modus atau sebatas pura-pura. Sampai pada akhirnya kami pun pergi ke perpustakaan untuk mencari novel terbaru. Akan tetapi hal ini membuat Annabel mulai memperlihatkan ketidaksukaan nya terhadap kedekatanku dengan Alan. 2 bulan hubungan pertemananku dengan Alan begitu membaik, akan tetapi hanya 2 bulan, dan akhir-akhir ini Alan kelihatan cuek, hal itu kurasakan disaat Alan yang tak lagi menyapaku. Sampai-sampai waktu itu pulang sekolah, aku bela-belain mEnolak semua tumpangan pulang yang menawariku hanya untuk memastikan apakah Alan masih peduli atau sebaliknya. Tapi ternyata, Alan hanya lewat begitu saja. Kecewa, hanya yang kurasa saat itu.
Keesokan harinya aku tak sengaja mendengar percakapan Alan dan Lexa teman sebangku nya di dalam kelas
"mana mungkin aku suka sama An, aku Cuma nggap An sebagai teman dan gak lebih" kata Alan sambil memandangi Lexa
"Ah aku gak percaya, buktinya kamu keliatan nya udah akrab banget sama An" jawab Lexa sembari menepuk bahu Alan
"Aku deket bukan berarti aku suka sama An, lagian kayaknya An bukan tipe ku" jawab Alan
Bagaikan petir di siang bolong, sepeti itulah yang kurasakan. Kata-kata Alan sungguh meremukkan jantungku. Air mataku sungguh tak terbendung. Seketika aku pun bergegas meninggalkan kelas.
"Tuhan.. sungguh pedih hatiku ini, harus nya aku tidak terlalu bodoh akan semua ini, aku memang salah, udah ngebiarin semua rasa ini ada. Tapi kenapa harus aku yang mendengar nya? Kamu jahat Lan!
Tapi ini bukan salah kamu, ya ini salah aku, aku bodoh.." hanya kata-kata itu yang terbesit di benakku
Air mataku sudah pecah.
seseorang mengulurkan sapu tangan kearahku seraya berkata "ini.."
Aku pun tersentak dan melihat orang itu, dan ternyata.. Alan. secepat mungkin aku mengambil sapu tangan yang diberikan nya lalu mengusap mataku yang sudah hampir sembab. Aku masih tertunduk malu
"Ya Tuhan, ternyata hari gini masih ada aja orang yang nangis karena gak dapet uang jajan" kata Alan sambil tersenyum kepadaku.
Aku masih saja diam tertunduk. Perasaanku masih campur aduk, kecewa, marah, sedih karena ucapan-ucapan kamu sama Lexa, dan aku bahagia karena akhirnya kamu menyapaku lagi. seperti nya aku udah menemukan Alan yang dulu. Tapi... ingat An Alan itu Cuma anggap kamu teman, kamu itu gak penting An!"
"O iya tadi ada orang yang nguping loh Na"
"aku gak nguping kok Lan"
"Loh siapa yang bilang kamu, aku kan Cuma ngasih tau kalau tadi ada yang nguping. mmm jangan-jangan emang beneran kamu ya?"
"Alan aku gak nguping"
"Iya-iya. Ana maafin aku ya semua nya bener-bener terjadi secara tiba-tiba"
"kenapa kamu minta maaf Lan, kamu gak salah kok. pasti kamu kesini mau bilang kalau kamu lagi deket sama Annabel, maka nya selama ini kamu begitu dingin sama aku, kalau itu udah aku maafin kok Lan"
"Bukan itu. aku mau bilang kalau aku suka sama An"
"aku tau kok, nanti aku tolongin deh. pasti An juga suka sama kamu"
"tapi bukan An yang itu, tapi An yang ada di hadapan aku ini"
"udah Lan jangan bercanda lagi"
"Aku gak bercanda An. semua nya berawal dari pertama aku masuk kelas 2C, hanya satu orang cewek yang tidak perduli dengan kehadiranku, dia asyik mengerjakan soal-soal. Hal itu membuatku merasa bahwa aku bukanlah siapa-siapa, tapi dari hal itulah aku belajar kerendahan hati, dan itu kamu An. Waktu itu aku pernah lewat gitu aja, itu karena aku melihat kamu mEnolak semua orang yang menumpangi kamu, dan saat itu aku berfikiran kamu juga akan mEnolak niat baikku. Satu lagi, aku cuek sama kamu karena aku takut kamu itu diapa-apain sama Annabel. Dan yang terakhir aku ngeliat kamu waktu aku lagi ngobrol sama Lexa, aku bingung kenapa kamu mendadak jadi sedih. Ya.. aku baru tau kalau nama panggilan kamu itu adalah An. Aku takut kamu salah paham sama ucapan-ucapan ku tadi. Yang kumaksud tadi itu Annabel bukan Ana. Jangan nangis lagi An".
Baca juga : 10 puisi terbaik tentang lingkungan sekolah yang bikin baper
2. Cinta Monyet Bersemi Kembali
Sinar matahari mulai meninggi, embun masih belum beranjak dari tempatnya. Suasana kelas pagi ini masih terlihat sepi. Hanya terlihat beberapa anak petugas piket yang datang lebih awal dari biasanya. Olin berlari tergesa gesa menuju kelasnya.
"Loh Lin tumben banget berangkat sepagi ini?" tanya Renata yang kebetulan hari ini menjadi petugas piket
"Iya nih Ren, eh gue pinjem PR fisika yang kemaren dong, gue belum selesai nih!"
"Ambil aja di tas gue, bukunya warna ungu"
"Oke"
Tak berapa lama kemudian Renata yang sudah selesai menyelesaikan tugasnya menghampiri Olin yang masih asyik menyalin PR fisika
"Eh Lin, loe udah denger berita kagak?"
"Berita apaan?" tanya Olin tanpa mengalihkan pandangannya dari buku
"Katanya kelas kita kedatangan anak baru!" kata Renata mengebu ngebu
"Ooo" kata Olin cuek
"Yeelah percuma banget gue bilangin loe" ujar Renata kesal
"Hehehe, sorry Ren nih gue kan lagi konsentrasi nyalin PR loe, biar gue gak asal nyalin gitu loh" Jelas Olin panjang lebar kali tinggi
"Ahh lagian loe ngapain aja kemaren?"
"Gue keasyikan liat X factor nih, abisnya kemaren Mikha guannnteeng beuddd hehehe"
"Hadeh lagu lama loe" sungut Renata
Beberapa menit kemudian bel tanda masuk berbunyi, Trenggg.. Trenggg
"Huft, akhirnya selesai tepat waktu" Olin menghela nafas lega
"Nih Ren, thanks banget ya!"
"Sip dah!"
Selang beberapa menit, Miss Natasha wali kelas mereka yang super gaul dan rambutnya berjambul ala terowongan casablanca datang diikuti seorang siswa asing. Sontak seisi kelas yang semula ramai langsung berubah sunyi senyap
"Good Morning Student"
"Good Morning Miss"
"Anak anak hari ini kelas kita kedatangan penghuni baru pindahan dari Bogor. Boy, silakan you perkenalkan diri you ke depan!"
"Pagi, nama saya Armadeon Ariadinata. Kalian bisa panggil saya Deon" katanya pelan dan dingin
"Wajah nih cowok kok kayaknya familiar ya" batin Olin
"Ganteng banget yah Lin" bisik Renata
"Ahh loe mah gak bisa liat cowok bening dikit!" gerutu Olin
"Please silent, oke Deon you bisa pilih tempat duduk you!"
Deon mengarahkan pandangannya ke penjuru kelas, tanpa sengaja mata Olin dan mata Deon beradu. Deon tersenyum simpul, entah mengapa Olin merasa ada yang aneh pada diri Deon.
Deon berjalan menuju bangku di belakang Olin, dan pelajaran hari ini segera dimulai.
Seperti biasanya suasana kantin saat istirahat selalu dipenuhi dengan suara suara perut kelaparan. Begitu juga perut Olin dan Renata yang dari tadi membunyikan genderangnya. Mereka berniat membeli siomay Bang Somad, yang rasanya terkenal super yahud seantereo SMA Prima.
"Bang, siomay dua porsi ya, sama es jeruk dua gelas" kata Renata
"Sip dah non"
"Armadeon.. Armadeon" guman Olin pelan
"Hah? Apaan Lin?" tanya Renata penasaran
"Ee enggak, gue tuh kayaknya pernah ketemu deh sama si Deon sebelumnya!"
"Dimana emang?"
"Nah itu dia yang gue lupa"
"Ahh loe kan emang pelupa akut!"
"Bodo ahh, mending kita habisin nih siomay keburu masuk ntar!"
Keesokan harinya
"Ren Renaata... Renata"
"Haduh apaan sih loe pagi pagi udah teriak teriak PR loe belum selesai?
"Menghina nih orang, PR gue mah udah selesai kali"
"Terus kenapa kayak orang kebakaran jenggot gitu?"
"Gue tuh baru inget kalau Deon itu temen gue waktu SD"
"Hah? Kok bisa?"
"Iya kalau gak salah waktu kelas empat tuh anak pindah karena orangtuanya dipindah tugas ke luar kota gitu, yang gue inget Deon tuh dulu culun, jelek, item, ingusan lagi!"
"Hahaha, masak iya sih? Kok sekarang bisa cakep bener gitu, jangan jangan tuh anak operasi plastik lagi kayak artis artis korea gitu"
"Iya kali. eeh tau gak yang paling gue sebel si Deon itu pernah baca diary gue di depan kelas, kan dulu lagi jaman jamannya nulis diary gitu. Ahhh nyebelin banget sih tuh anak!"
"Eh tapi kalau dia temen SD loe, kok dia gak nyapa loe atau gimana gitu layaknya temen lama yang bertemu kembali" ujar Renata
"Bodoh amat, mungkin tuh anak udah lupa kali sama gue. Gue juga males deh inget inget dia!"
"Eciee, segitu sewotnya!"
"Ehh si Deon dateng tuh, kayaknya dia bakal kesini deh!" kata Renata sambil menyenggol lengan Olin. Olin terpaksa mengalihkan pandangannya ke arah Deon datang
"Hay kamu yang namanya Renata kan?" sapa Deon manis
"Kok yang disapa malah Renata sih? Jadi beneran udah lupa nih sama gue" keluh Olin dalam hati
"Iya iya" Renata mengangguk centil
"Kalau yang di sebelah loe tuh sapa?"
"Oh ini Olin, kata Olin kalian pernah satu SD masak gak inget sih? Ya kan Lin?" celetuk Renata
"Apaan sih loe, kayaknya emang dia udah lupa sama gue" bisik Olin pada Renata pelan
"Tunggu? Ehm kamu Olin Adiska Putri temen gue SD dulu"
"Ya ampun dia inget nama panjang gue" batin Olin serasa melayang
"Kok beda banget ya? Dulu kan loe item sama pendek gitu!"
"Sialan, loe tuh gak pernah berubah ya. Masih super duper nyebelin!" geram Olin
"Kalau sekarang udah cantik kan dia?" goda Renata
"Iya sih, jadi keliatan kayak cewek betulan dia!" sahut Deon sambil tertawa
"Emang loe kira gue cewek jadi jadian!" Olin setengah berteriak sangking keselnya
"Kalau marah loe tuh keliatan makin cantik tau gak!"
Olin mendadak speechless, mukanya merah padam mirip kepiting rebus. Untung bel tanda masuk segera berbunyi, kalau Deon sampai tau pasti ia sudah diledek habis habisan.
Saat Olin dan Renata lagi asyik menikmati soto ayamnya, tiba tiba Deon datang dan langsung ikutan nimbrung
"Hey guys, gue ikutan gabung yak!" kata Deon
"Haduh ngapain sih loe kesini, kayak gak ada tempat lain aja. Jadi gak selera makan gue!" ujar Olin pasang muka sebal
"Suka suka gue dong, lagian gue mau ngomong sama Renata kok. Ya kan Ren?" Deon menimpali sambil mengedipkan sebelah matanya pada Renata
"Oo ya udah kalau gitu, biar gue gak ganggu kalian berdua. Gue cabut aja!" Olin berdiri dari duduknya
"Eh tunggu, gue juga mau ngomong sama loe juga kok!" cegah Deon sambil menarik tangan Olin, dalam hati Olin seneng juga Deon mencegah dirinya pergi
"Eh betewe, kalian kan satu SD nih. Ceritain dong masa SD kalian tuh gimana? Pasti lucu gitu kan!" ungkap Renata membuka pembicaraan
"Apanya yang lucu, masa kelam bisa satu SD sama cowok tengil ini!" gerutu Olin sambil melirik Deon, yang dilirik cuman bisa senyam senyum gak jelas
"Hehehe, si Olin mah punya dendam pribadi sama gue gara gara gue pernah baca buku diary di depan kelas. Jadi ketahuan deh kalau Olin naksir si Tegar!"
"Serius loe? Parah deh! Terus terus Tegar ganteng gak?" tanya Renata antusias
"Boro boro ganteng, emang sih dia ketua kelas tapi ya ampun badannya gendut banget!" Deon tertawa terbahak bahak
"Apaan sih loe, sapa juga yang naksir Tegar. Loe tuh yang naksir Rachel?"
"Yee buktinya kan ada di buku diary loe itu pake ngeles segala lagi. Kalau gue kan gak ada bukti kalau pernah suka Rachel"
"Eh emang gue gak tau loe suka deketin Rachel gitu!"
"Enggak, sotoy banget sih loe!"
"Ehh gini aja deh, daripada kalian berdua ribut. Mending kalian sportif. Kalian berdua ngaku deh dulu sukanya sama siapa, oke gak?" kata Renata menengahi
"Oke, deal" kata Olin, "Ehh oke deh" Deon mengikuti
"Iya gue dulu pernah suka sama Tegar, tapi itu dulu. Ya bisa dibilang cinta monyet lah!"
"Oke, sekarang giliran loe On. Loe beneran pernah suka sama Rachel?" tanya Renata
"Ehhh" Deon menggantung kalimatnya, "Udah deh ngaku aja!" desak Olin
"Ehh gak, gue sukanya sama Olin" kata Deon lirih, "Ya cuman sekedar sama cinta monyet!" lanjutnya lagi, Olin kaget bukan main.
"Ya udah sekarang kan kalian udah sama sama ngerti nih, jadi gak usah ribut lagi!" kata Renata bijak
"Ehh gue cabut dulu ya, ada urusan nih. Byeee" pamit Deon sambil berlari menjauh
Pikiran Olin melayang entah kemana. Sudah lebih dari dua jam Olin merenung, buku PR matematikanya masih kosong. Kejadian tadi siang membuatnya hilang konsentrasi. Padahal waktu sudah menunjukan lewat tengan malam.
"Hah jadi Deon dulu pernah naksir gue!" guman Olin
"Kenapa dia gak naksir gue sekarang aja ya, pasti gue mau deh sama dia!"
"Hahhhh ngomong apaan sih gue ini. Kacau kacauuu!"
Akhirnya Olin tertidur bersama dengan segala pikirannya tentang Deon, tanpa menyelesaikan PR matematikanya
Olin berlari terengah engah, nafasnya tak beraturan. Lima menit lagi gerbang sekolah bakal ditutup, Olin beruntung tak sampai terlambat. Olin segera berlari menuju kelasnya, karena jam pertama ialah pelajaran Pak Burhan, Mr Killer of Mathematic yang siap menelan siapapun yang terlambat masuk kelasnya.
"Huffft, untung gak telat!" kata Olin sambil mengelus dada
"Loe kemana aja Lin, jam segini baru nyampe!" kata Renata
"Hehehe, gue kesiangan bangun nih!"
Tiba tiba, monster eh salah maksudnya Pak Burhan masuk dengan tampang garangnya
"Kumpulkan segera tugas yang saya berikan pada kalian kemarin!" kata Pak Burhan bagaikan gelegar petir bagi Olin, kemarin kan dia belum sempat ngerjain tuh PR, Oo my Gosh.
"Tolong yang belum mengerjakan maju ke depan, dan bersiap menerima hukuman!"
Olin akhirnya maju, dengan tampang tertunduk, Deon ikut menyusul dan berdiri di sampingnya.
"Oke, cuman mereka berdua saja yang tidak mengerjakan.Tidak ada yang lain" tanya Pak Burhan
"Iya pak" jawab seisi kelas kompak
"Ya kalian berdiri di lapangan upacara sambil memberi hormat kepada bendera sampai istirahat pertama berakhir!" kata Pak Burhan dengan nada tinggi.
"Ingat, kalau sampai kalian ketahuan melepaskan tangan kalian saat hormat. Hukuman kalian akan saya tambah! Mengerti?" Lanjut Pak Burhan dengan suara yang naik beberapa oktaf, wihh kejam banget.
"Mengerti pak!" Olin dan Deon segera menuju lapangan untuk melaksanakan hukuman mereka
Hampir setengah jam mereka berdiri sambil memberi hormat kepada sang saka merah putih, Olin sudah merasakan kakinya pegal, tiba tiba Deon bersuara
"Capek ya Lin?" tanyanya pada Olin
"Pake nanya lagi, ya iya lah!" Olin sewot
"Kenapa loe gak ngerjain PR?" tanya Deon lagi
"Bukan urusan loe!" Olin makin sewot, gak tau apa kalau dia gak ngerjain PR gara gara kepikiran nih cowok.
Deon akhirnya diam, Olin jadi ngerasa bersalah "Kalau loe sendiri kenapa gak ngerjain tuh PR?" tanya Olin
"Eeeh gue ngerjain kok, malah udah selesai!" kata Deon lirih
"Lo kok?" Olin bingung, "Ya biar loe gak dihukum sendiri!" kata Deon lagi, Olin tercekat.
"Lin, gue mau ngomong sesuatu ke Loe!"
"Ngomong apa?"
"Sebenernya gue masih suka sama loe, ya waktu gue pindah ke Bogor sih gue sempet ngelupain perasaan gue ke loe. Tapi pas pertama kali gue masuk kelas, dan ketemu sama loe kayaknya cinta gue langsung bersemi kembali deh! Ya bisa dibilang cinta monyet yang bersemi kembali gitu!" kata Deon sungguh sungguh
"Hah? Pertama kali masuk?" tanya Olin
"Iya, sebenernya waktu pertama lihat loe gue langsung tau kalau loe Olin temen SD gue dulu!"
"Jadi loe pura pura gak inget gitu sama gue?" Olin pura pura sebal
"Ya waktu itu gue pengen ngetes, apa loe masih inget sama gue!"
"Terus?"
"Ya ternyata loe masih kan inget sama gue" goda Deon yang membuat pipi Olin bersemu merah
"Jadi loe nerima gue nggak?" kali ini Deon bertanya pada Olin
"Emang loe pengen gue nerima apa?" tanya Olin jahil
"Ya perasaan gue ke loe lah" Deon masang muka bete, Olin hanya mengangguk dan tersenyum manis
"Thanks Lin" kata Deon dan memeluk Olin, Olin membalas pelukan dari cowok yang dicintainya itu
Tiba tiba Pak Burhan datang dan memergoki mereka berdua
"OLIIIN... DEONNN"
"Iya pak" kata mereka berdua lirih
"Hukuman kalian saya tambah sampai selesai istiharat kedua!"
"Baik pak" kali ini mereka berdua menjawab dengan gembira dan melanjutkan hukumannya penuh suka cinta ehh suka cita maksudnya.
Baca juga : 10 puisi sedih tentang guru
3. Disaat Aku Haus Penghargaan
Suara gemercik air dari sudut rumah telah membangunkan ALUYSIUS SEno AJI dari tidurnya. Pagi itu cuaca terlihat sangat bersahabat, semangat yang menggebu gebu dan perasaan yang tenang selalu Eno bawa dimana saja dan kapan saja.
Setelah sarapan ia langsung mencium tangan kedua orang tuanya dengan halus dan penuh kasih sayang, Kebiasaan mencium tangan kedua orang tua memang sudah diajarkan oleh Ayahnya sejak dulu jika Eno hendak berangkat ke sekolah.
SMA N 03 itulah nama sekolah Eno, setiap harinya ia berangkat sekolah dengan menggunakan kendaraan pribadinya yaitu MOTOR. Pelajaran pertama hari ini adalah olah raga, pelajaran yang paling Eno favoritkan. Seperti biasa seluruh siswa berolah raga di Alun alun dekat sekolahnya. Lari 5 kali keliling alun alun serasa sudah biasa ia lakukan, lelah ataupun letih tidak menjadi alasan Eno untuk terus berlari. Tidak mudah menyerah dan terus berusaha memang sudah menjadi tumpuhan hidupnya selama ini, tak heran jika Eno telah banyak mendapatkan Piala piala kejuaraan KARATE yang sudah ia kuasai. Namun sayangnya setelah Dokter mendiagnosa bahwa Eno terkena Asam lambung ayahnya melarangnya mengikuti kegiatan yang berat berat di sekolah seperti mengikuti Extrakurikuler KARATE. Awalnya Eno menuruti nasihat Ayahnya, tapi setelah itu Eno merasa bosan dan teringat masa masa indahnya bermain karate yang akhirnya membuat Eno mengikuti Taekwondo tanpa sepengetahuan Ayahnya.
"No, gimana kabar pacar kamu di jakarta?". Ujar salah satu teman Karate nya Ardi.
"Katanya sih baik, Aku kangen banget tau sama dia?".
"Ya udah suruh Ratu datang ke pemalang aja, oh ya bukannya Ayah kamu sudah melarangmu mengikuti karate?". Ujar Ardi.
"Udah tapi katanya dia sibuk! Karate itu sudah menjadi bagian dari hidupku, lagi pula ini hanya penyakit Asam lambung yang tidak terlalu membahayakan.
"sabar aja NO, kamu jangan mengambil kesimpulan sendiri, kalau Ayahmu malarang berarti itu membahayakan bagi diri kamu sendiri". Ujar Ardi menasihati.
"Sudahlah dari pada kita ngeribetin penyakit aku, gimana kalau kita bertarung karate?".
"Kamu yakin?".
"kapan sih aku pernah gak Yakin sama diri sendiri?". Ujar SEno dengan lantang.
Mereka pun bertarung habis habisan, sampai akhirnya Eno terjatuh menahan rasa sakit reaksi dari penyakit Asam lambungnya itu. Pelatih dan teman temanya yang melihat kejadian itu langsung membawa ke UKS sekolah. Melihat keadaannya yang tak kunjung baik Pelatih Hiroshi akhirnya membawa Eno ke rumah sakit.
"Asam Lambung Akut".
Itulah kata kata terakhir yang Eno dengar, percaya atau tidak Eno, tetapi itu memang penyakitnya. Ia takut, gelisah dan bingung. ingin cerita masalah ini kepada kekasihnya Ratu tetapi selalu Pending, menelfon teman temannya tidak bisa dihubungi, mereka semua sibuk dengan urusannya masing masing sampai ia bertekad untuk tidak memberitahu penyakitnya itu kepada kekasih dan teman di sekolahnya. Semua orang di sekolahnya tidak tau akan penyakitnya itu bahkan guru di sekolahannya itu pun tidak mengetahuinya.
Keesokan harinya...
Eno berangkat sekolah seperti biasa, seakan tidak terjadi apa apa padahal wajahnya sangat pucat dan banyak teman yang bilang.
"Eno kenapa kamu berangkat, bukannya kamu lagi sakit?". Ujar salah satu teman sekelasnya.
"Aku nggak sakit kok, sehat banget malah?". Sambil menutupi penyakit akutnya itu Eno menjawab.
"Ohhh, syukurlah!".
Ttenggg... Tenggg... Tengg... (suara bell istirahat berbunyi)
"NO, kamu di panggil pelatih Hiroshi tuh di depan!"
"Pelatih Hiroshi, ada apa?". Ujar Eno.
"Apa kamu sudah baikan Eno?". Ujar Pelatih Hiroshi.
"Sudah pelatih?". Ujar Eno.
"Jadi begini, saya ingin menunjuk kamu agar mengikuti perlombaan karate di Bali, apa kamu mau?".
"Mau banget Pelatih, kalau diinget inget terakhir aku ikut lomba karate dan memenangkannya itu waktu aku kelas 9 smp". Ujar Eno
"Baiklah seminggu ini berarti kau harus banyak latian!". Ujar Pak Hiroshi.
Sepulang sekolah ia langsung membuka pesan di hp nya yang ternyata dari kekasihnya Eno, Ratu.
"Maaf ya kemaren kemaren aku gak bisa bales sms kamu soalnya akhir akhir ini aku sibuk banget." Sms dari Ratu.
"Iya gak papa kok, kapan ke pemalang?". Balasan sms Eno.
"Sabar ya, karena aku sibuk banget jadi palingan ke pemalangnya kalau ada acara penting aja!". Balasan Ratu lagi.
"Baiklah, mau kapan pun kamu ke sini aku akan selalu menunggu kamu sampai akhir hayatku".
Setelah berhari hari meminta izin kepada Ayahnya dengan alasan sebagai perlombaan terkhirnya, Eno akhirnya berhasil mengantongi izin dari ayahnya. Latihan demi latihan ia lakukan semata mata hanya untuk memberikan pengharagaan terakhirnya itu kepada Ayahnya. Semakin hari wajahnya semakin pucat saja, menunjukan bahwa penyakitnya itu sudah semakin parah.
Hari ini Eno sempatkan berangkat sekolah walaupun keadaannya sudah sangat memprihatinkan, hal ini ia lakukan karena Eno ingin mengikuti Ulangan semester 1. Di tengah tengah heningnya keadaan ulangan seendag endag nafas Eno mulai terdengar, Eno pun akhirnya jatuh dari kursi dan kejang kejang layaknya serangan jantung. Teman temannya yang panik pun segera membawanya ke rumah sakit terdekat, tak lupa pihak sekolah juga member tau keluarga Eno masalah tersebut.
"Lambung kirinya pecah".
Begitulah yang mereka dengar dari mulut dokter yang menangani Eno. Percaya atau tidak tapi itu kenyataannya. Mereka semua termasuk teman temannya kaget mendengar berita itu karna sebelumnya Eno tak pernah bercerita tentang penyakitnya itu.
"Mungkin ini memang sudah menjadi keputusan sang Kuasa". Ujar Dakter.
Semua orang yang disana menagisi Eno dan Bagas bergegas mengambil HP Eno untuk member pesan kepada kekasihya Eno.
"Ratu segerahlah ke pemalang ini sangat penting?". Sms yang dikirim Bagas melalui HP Eno.
"Baiklah aku akan kesana sekarang, memangnya ada acara apa sampai kau bilang sangat penting".
Mengetahui Eno tak membalas pesannya lagi Ratu jadi semakin penasaraan dan bergegas menuju ke pemalang. Pagi harinya ia sampai di pemalang dan langsung menuju rumah Eno.
"Ada apa itu rame rame di rumah Eno, sepertinya sedang ada acara besar?. Ujar Ratu penasaran.
"Ratu, akhirnya kamu datang juga?". Ujar Bagas.
"Siapa itu, siapa mayat yang ada di depanku ini, mana Eno? Cepet katakan dimana Eno?". Ujar Ratu dengan gelisah.
"Kau selalu sibuk dengan urusanmu sendiri sampai tidak sadar kalau mayat yang ada di depan kamu itu Eno?". Ujar lantang Aldi.
Tas yang Ratu pegang terlepas dari genggamannya, perasaan dan kekecewaan bercampur aduk dalam hatinya sampai ia tak bisa membendung air matanya yang mengalir. Walaupun sudah 1000 tetes mata yang ia keluarkan tetap tidak bisa mengubah segalanya. Nasi sudah menjadi bubur, tidak ada yang bisa di lakukan lagi selain sabar.
"Eno sayang aku kangen bnget sama kamu, sayang jangan tinggalin aku?. Begitu kata Ratu di depan makam Eno."
"Ragamu memang telah tiada, namun semangatmu selalu hidup dan menjadi tauladan bagi kami". Ujar Bagas.
Seakan sudah tidak ada harapan untuk Eno mendapatkan penghargaan itu, namun ia sudah di beri penghargaan oleh teman temannya karena semangatnya dalam hidup.
0 Komentar